Pendakian
ini gw lakuin 22 – 24 Juli 2015, saat gw sedang berlibur ke Jember, Jawa Timur,
tempat dimana rekan gw master gipson a.k.a gorak menuntut ilmu bidang fisika,
walaupun ilmu fisika tidak bersalah.
Saat
itu, Gunung Raung sedang sibuk-sibuknya erupsi abu vulkanik, yang bener2 bikin
udara di Jember penuh debu. Lengah dikit mata pasti kelilipan. Sapu ijuk udah
mesti standby dideket badan. Teras kos-kosan pasti penuh debu dalam sepersekian
detik.
Kadang-kadang
makan nasi goreng rasanya ada bumbu kriuk-nya.
Awalnya,
gw request ditemani ke Argopuro, dengan penawaran feedback terbaik, namun
berhubung situasi dan kondisi berkata tidak, gorak tiba-tiba memiliki ide yang
entah bagaimana munculnya mengatakan “yauda ke Arjuno dah, gimana ?”
Gw
langsung jawab “ boleh ! “
Ngga
makan waktu berhari-hari, kita langsung prepare kumpulin perlengkapan di
Sekretariat Mapala nya Gorak, yaitu PALAPA (Pecinta Alam FMIPA).
Berjalan
dari jalan Mastrip, suatu tempat di wilayah Jember, kita jalan kaki dulu pergi
ke perempatan dekat UNEJ, untuk mencari angkutan umum ke arah terminal Jember
di Rambipuji.
Alamak,
lama juga nungguin angkot di Jember. Padahal di Bekasi, gw sering berpikir rasanya
angkot mendingan ngga ada. Ngetem nungguin penumpang nya asli nyepam banget.
Disana-sini ada, bikin macet. Setelah beberapa saat nunggu, akhirnya muncul
juga angkot yang dinanti-nanti.
Sampe
di terminal, bayar 2500 rupiah ke supirnya. Lumayan kaget pas denger harganya.
Di bekasi, untuk tarif angkot 2500 rupiah kurang lebih diantar maksimal 100
meter.
Terminal
bis Jember ada di wilayah Rambipuji, dan gw diajari untuk menunggu bisnya tepat
disamping pos dishub di gerbang keluar bis nya. Karena di dalam terminal buaaaanyyyaaakk
banget calo PHP nya. Bisa terbayang beratnya dosa mereka karena harus berbohong
minimal 50x sehari.
Bis
nya jelas-jelas tertulis arah Surabaya, dan kita hendak menuju ke Malang. Sang
Calo ngotot banget nawarin bis itu. Padahal ke arah manapun tujuan bisnya, dia
ngotot nyuruh kita naik. Dengan teknik personal
selling-nya sekelas sales asuransi, gw melihat mereka berhasil maksa orang
naik bis-bis yang ngga jelas tujuannya.
Sesudah
kita menemukan bis yang kita cari, gw langsung mencari tempat duduk deket
jendela. Gw sempat berangan-angan kalo
udah di bis nanti, gw bisa tidur. Naas angan tersebut harus kandas.
Bis
melaju dengan sangat cepat, baik jalanan sedang lurus-lurus saja atau sedang
berbelok. Gw berdoa semoga bis ini kena macet dan lampu merah, supaya laju
kecepatannya bisa lebih manusiawi. Hingga kemudian doa gw dijawab Tuhan.
“Akhirnya !” pikir gw saat itu.
Apa
yang terjadi kemudian bener-bener bikin gw menyesal udah berdoa meminta 2 hal
tersebut.
Bis
nya tetep ngebut, ngambil bahu jalan yang jelas-jelas terasa jalan tanah diluar
aspal jalanan. Karna gw pindah duduk di samping pintu belakang bis, gw bisa
mendengar dengan jelas para pengendara motor mengucap istighfar saat tersalip
bis sakti ini.
Sesampainya
di kota Malang, kita memutuskan buat turun di depan kantor PLN kota Malang.
Betapa
bersyukurnya gw bisa kembali menginjak tanah lagi. Plus, ini pertama kalinya
menginjak tanah Kota Malang.
Sambil
menunggu teman nya gorak menjemput kami, kita ditawari untuk membeli stiker
AREMA. Gw beli satu, karena tertarik keramahan mereka menawarkan stiker, tanpa
memohon belas kasihan atau paksaan membeli untuk mendukung fans club AREMA. That’s nice !
Sesaat
kemudian, teman dulur mapala (sebutan gorak) dari Kepak Elang, Sekolah Tinggi Informatika & Komputer (STIKI) Malang
Dua
motor datang menjemput kami, menuju sekret mereka.
Mas
Kelor, atau setidaknya begitulah panggilannya, orangnya lucu & asik. Kami
menginap semalam dan kemudian diantar menuju kota batu malang, menuju tempat awal pendakian jalur jurang kwali
menuju titik awal pendakian.
Disana sudah tertulis plang “Tahura R. Suryo” yang menjadi patokan termudah titik awal pendakian.
FYI guys, disini adalah satu-satunya tempat mengambil air terakhir, karena diatas ngga ada sumber air. Bentuknya seperti tandon wadah tampungan air untuk mengairi sawah. Berhubung waktu menunjukkan pukul 14.30, kita buru-buru mulai mendaki mencari spot tempat bermalam.
Jangan khawatir, ini bukan empang lele orang kok :D
Awalnya kita disuguhi tanjakan ladang bawang, menanjak 60 derajat. Ladang ini dibentuk terasering, namun agak curam jarak tangga nya. Kemudian memasuki pintu hutan, ada penanda sepatu rusak dan beberapa bekas tali rafia sebagai string line dipohon. 30 menit mendaki, kita nemu beberapa spot yang sepertinya bekas didirikan tenda. Letaknya masih didalam hutan dengan pepohonan tinggi, kira-kira masih berada di ketinggian 2300 mdpl.
30
menit kemudian terus menanjak, medan mulai tertutupi ilalang tinggi kira-kira
setara dengan dada orang dewasa. Namun pepohonan udah mulai berjarak jauh satu
sama lain. Pemandangan kota batu malang mulai terlihat dari atas sini. 15 menit
kemudian, kita menemukan space yang lumayan besar untuk mendirikan tenda, ada
batu yang cukup besar di kanan dan kiri. Terdapat plang bertuliskan “Watu Gede
2450 mdpl”. Dari pos ini, puncak gunung Welirang udah terlihat jelas, bersama
asap dari kawahnya berwarna putih tebal.


Komentar
Posting Komentar