foto dilansir dari situs korankite.com
Siapa
sih pendaki gunung yang ngga kenal gunung salak ? gunung dengan ketinggian 2211
meter diatas permukaan laut, tipe strato vulkanik, tipe hutan hujan tropis, ada
kawah ratu yang masih aktif mengeluarkan gas belerang, plus segudang cerita
mistis tentang gunung salak.
24
Januari, 2015 gw bersama partner pendakian tergokil, master gipson a.k.a gorak
dari pecinta alam PALAPA FMIPA Universitas Negeri Jember. 22 januari, gw lagi
mengantarkan dia buat menyebarkan undangan latihan gabungan konservasi se-jawa
bali di taman nasional baluran, jawa timur ke organisasi-organisasi pecinta
alam di sekitar jakarta. Sepulang dari mengantar undangan ke mapala Atmajaya,
Wanacala, tanggal 23, sebagai balas budi (walaupun separuhnya emang keinginan
pribadi) karena udah nganterin gw naik gunung Raung, gw mengajak dia naik ke
gunung salak besok harinya.
Berhubung
selama ini gw pergi ke salak cuma kenal jalur giri jaya, maka pendakian kali
ini juga gw arahkan menuju jalur tersebut.
Packing
dengan barang2 seadanya, perlengkapan utama yang harus ada, pisau dan korek
api. Yeah, we’re about going into the wild. Setidaknya 3/5 ilmu survival
sama-sama sudah kita kuasai.
Berangkat
subuh dari Bekasi, pukul 4 kita mulai perjalanan naik motor menuju Sukabumi.
Pukul 6 pagi kita udah sampe di Cicurug, dekat dengan terminal yang merangkap
sebagai pasar Cicurug Sukabumi. Pagi-pagi kita sempetin pergi sarapan di
“warteg bahari”(nama wartegnya) letaknya seberang pom bensin di jalan raya
sukabumi, gw lupa di kilometer ke berapa. Selesai sarapan, kita langsung lanjut
jalan lagi ke arah pertigaan cidahu.
Berhubung
waktu masih pagi jadi kita ngga ketemu macet. Ketemu pertigaan langsung belok
kanan, dan ketika ketemu percabangan jalan, langsung ambil jalan kanan ke arah
desa giri jaya.
Perjalanan
selama 1 jam dari pertigaan cidahu menuju desa giri jaya. Desa ini adalah desa
yg terletak tepat di kaki gunung salak persis. Jalanan rusak selama satu jam
lumayan memaksa gw untuk berkonsentrasi mengendarai motor, maklum sudah jalanan
rusak parah, jalan nya juga menanjak tajam. Di sini ujung jalan kita akan
sampai di desa Giri Jaya, dimana terdapat komplek kuburan dan petilasan, dan
ternyata banyak mobil dengan plat B yang datang kemari. Jangan tanya gw mereka
mau ngapain kesitu, oke ?
Motor
kita titipkan ke rumah Pak Dana, ketua RT di lokasi terdekat dengan gerbang
start pendakian. Kita mulai berjalan selama 5 menit ke pertigaan antara menuju
pendakian gunung salak dengan jalur menuju Curug Pilung. Kita ambil kanan
melewati deretan pohon yang tersusun rapih dan setelah berjalan selama 10 menit
kita sampe di rumah shelter, konon ‘katanya’ sih, disini tempat eyang santri
bertapa. Disini ada 3 bak penampungan air, bentuknya bulat, satu sudah dilapisi
dengan keramik. Mumpung disini kita sempetin buat mengisi air untuk berjalan
sampe di Puncak Tugu, atau lebih sering dikenal sebagai Makam Eyang Santri.
Perjalanan
dari pos pertapaan mulai menanjak tanpa kata ampun. Disini kita akan bertemu
dengan beberapa percabangan. Cukup ikuti jalur mana yang paling jelas jalurnya,
minimal terdapat string line ataupun tanda-tanda sudah dilewati orang.
15
menit berjalan kita akan disuguhi pemandangan Di kanan kiri terlihat punggungan
dari jalur2 pendakian lain menuju puncak gunung salak.
Kita
lanjut kembali berjalan, trek mulai dikelilingi semak belukar, pohon2 tumbang,
dsb. Terkadang tumbuh2an merambat yang membentuk terowongan yang memaksa kita
berjalan sedikit merangkak. Pisau atau golok wajib dibawa kalau mau mendaki via
jalur giri jaya. Rumput-rumput menutupi pijakan kaki, pepohonan pakis sangat
sering terlihat sejauh perjalanan. Dahan nya yang panjang sering menutupi
pandangan selama di jalur pendakian. Semakin keatas, kita akan semakin sering
bertemu percabangan. Cukup selalu ikuti jalur yang sudah jelas aja.
Setelah
kira2 berjalan 1 jam, trek pendakian semakin curam dan di dominasi oleh tanah
lembab dan akar-akar pohon yang merambat, sebagai ganti pijakan kaki.
Makhluk
yang paling sering muncul di hutan lembab, tidak lain dan tidak bukan... PACET
!
Gw
beberapa kali terkena pacet di betis. Entah kenapa, partner gw Gorak justru
belom kena pacet sama sekali. Berhubung gw ngga ada waktu buat bikin ramuan
tembakau mujarab buat melepas pacet yang udah asik menyedot darah, cuss langsung
gw bakar aja pacetnya. Resiko nya ada 2, entah luka bakar atau bulu kaki nya
jadi pitak. Beruntung resiko yang gw terima adalah yang kedua.
Setelah
1 jam kemudian kita berjalan, akhirnya kita sampai di puncak tugu, atau makam
eyang santri, dimana spot ini terdapat 3 bangunan, bangunan pertama ada
bangunan yang isinya makam, bangunan yang kedua, ngga jauh dari bangunan makam,
menuruni tangga sedikit ada musholla dan saung dengan 2 ruangan kecil di kiri
dan kanan nya, serta empang yang bersebelahan dengan tempat kakus (baca : wc).
Di puncak tugu terdapat pipa air yang mengeluarkan air selama musim penghujan.
Diluar musim hujan, tidak ada air disini. Karena kita mendaki di bulan january,
kita bisa mendapatkan air disini.
Berhubung
kita ngga bawa tenda, di puncak tugu, kita putuskan buat bermalam disini.
Foto penampakan saung di jalur Giri Jaya
Total
perjalanan dari rumah pak RT kurang lebih 3 jam, dengan trek dominan hutan
rapat, tumbuhan yang paling sering ditemui pakis, bambu, ilalang, dan sejenis
anggrek hutan, dll. Binatang banyak ditemui burung-burung cantik, tupai, ular,
serangga-serangga unik, dan my best enemy the almighty PACET di hutan, dan
binatang2 lainnya.
Titanium Trimmer | Etsy
BalasHapusCheck out our titanium trimmer selection for the perfect trimmer citizen promaster titanium or upgrade from Titanium titanium dioxide skincare Trimmer - ford escape titanium 2021 A high-end jewelry and micro touch titanium trim jewelry iron titanium token exchange.